Sabtu, 02 Mei 2009

Indonesia punya 8 Presiden bukan 6


INDONESIA PUNYA 8 PRESIDEN BUKAN 6


MUNGKIN masih banyak dari sobat-sobat yang beranggapan bahwa Indonesia hingga saat ini baru dipimpin oleh enam presiden, yaitu Soekarno, Soeharto, B.J. Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun hal itu ternyata keliru. Indonesia, menurut catatan sejarah, hingga saat ini sebenarnya sudah dipimpin oleh delapan presiden. Lho, kok bisa? Lalu siapa dua orang lagi yang pernah memimpin Indonesia? Dua tokoh yang terlewat itu adalah Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Assaat. Keduanya tidak disebut, bisa karena alpa, tetapi mungkin juga disengaja. Sjafruddin Prawiranegara adalah Pemimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Presiden Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap Belanda pada awal agresi militer kedua, sedangkan Mr. Assaat adalah Presiden RI saat republik ini menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (1949). Pada tanggal 19 Desember 1948, saat Belanda melakukan agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota RI saat itu di Yogyakarta, mereka berhasil menangkap dan menahan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, serta para pemimpin Indonesia lainnya untuk kemudian diasingkan ke Pulau Bangka. Kabar penangkapan terhadap Soekarno dan para pemimpin Indonesia itu terdengar oleh Sjafrudin Prawiranegara yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran dan sedang berada di Bukittinggi, Sumatra Barat. Mr. Sjafruddin Prawiranegara Untuk mengisi kekosongan kekuasaan, Sjafrudin mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat untuk meneruskan pemerintah RI. Padahal, saat itu Soekarno - Hatta mengirimkan telegram berbunyi, "Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah tidak dapat mendjalankan kewajibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra". Namun saat itu telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi. Meski demikian, ternyata pada saat bersamaan Sjafruddin Prawiranegara telah mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr. T.M. Hasan menyetujui usul itu "demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara". Pada 22 Desember 1948, di Halaban, sekitar 15 km dari Payakumbuh, PDRI "diproklamasikan" . Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang. Sjafruddin menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia. Mr. Assaat Dalam perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani di Belanda, 27 Desember 1949 diputuskan bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16 negara bagian, salah satunya adalah Republik Indonesia. Negara bagian lainnya seperti Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dan lain-lain. Karena Soekarno dan Moh. Hatta telah ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka berarti terjadi kekosongan pimpinan pada Republik Indonesia. Assaat adalah Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Peran Assaat sangat penting. Kalau tidak ada RI saat itu, berarti ada kekosongan dalam sejarah Indonesia bahwa RI pernah menghilang dan kemudian muncul lagi. Namun, dengan mengakui keberadaan RI dalam RIS yang hanya beberapa bulan, tampak bahwa sejarah Republik Indonesia sejak tahun 1945 tidak pernah terputus sampai kini. Kita ketahui bahwa kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 15 Agustus 1950. Itu berarti, Assaat pernah memangku jabatan Presiden RI sekitar sembilan bulan. Nah sobat Percil, dengan demikian, SBY adalah presiden RI yang ke-8. Urutan Presiden RI adalah sebagai berikut: Soekarno (diselingi oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat), Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Sam Po Kong

Sam Po Kong



Zheng He, sebetulnya bermarga Ma, bernama He, dengan nama kecil San Bao (baca: San Pao = 3 mustika), orang Kun Yang – provinsi Yun Nan. Pada Hong Wu tahun ke 14 (tahun masehi 1381), jendral besar Fu Youde, Lan Yu dan Mu Ying menguasai Yun Nan dan pasukannya menawan San Bao yang masih berusia 10 tahun dan kemudian diberikan kepada raja Yan (Yan Wang): Zhu Di, maka jadilah San Bao seorang pejabat cilik di dalam kediaman raja Yan. San Bao pintar dan gemar belajar, pandai bersiasat dan mengerti strategi militer, di dalam “Jing Nan (meredam pemberontakan)” telah banyak berjasa dalam peperangan. Yong Le tahun ke 2 (tahun 1404), kaisar Ming Chengzu sewaktu menghadiahi pejabat “Jing Nan”, menaikkan jabatan San Bao menjadi kepala kasim / Tai Jian.

Selama ini ada mitos “(marga) Ma tidak boleh memasuki istana”, maka kaisar Ming Chengzu secara pribadi menuliskan huruf “Zheng” yang sangat besar dihadiahkan kepada San Bao, agar ia bermarga Zheng (bukan lagi Ma), maka sejak saat itu ia bernama Zheng He.

Pada suatu hari kaisar Ming Chengzu bertanya kepada pejabat senior Yuan Zhongche: “Saya ingin San Bao memimpin pasukan berlayar turun ke samudra barat mengunjungi berbagai negara disana, bagaimana pendapat anda”? Pada waktu itu seluruh samudra India di sebelah barat pulau Sumatera disebut «Samudera Barat«. Bagi para pelaut pada waktu itu, samudra barat adalah tempat berbahaya yang jauh dari daratan dan laut. Yuan Zhongche setelah berpikir sejenak menjawab: “Ditinjau dari paras dan kemampuannya, San Bao diantara para pejabat termasuk tanpa cela, bisa dipercaya sepenuhnya”.

Zheng He adalah suku Hui (biasanya suku ini beragama Islam), leluhurnya berasal dari wilayah barat (timur tengah) dan berimigrasi ke Tiongkok, kakek dan ayahnya punya pengalaman berlayar dan Zheng He tumbuh di dalam keluarga semacam ini, otomatis paham sedikit tentang wawasan perdagangan luar negeri. Maka dari itu, Zheng He betul-betul adalah pilihan terbaik kaisar Ming Chengzu dalam menghubungi berbagai negara dan pengembangan bisnis luar negeri.

Zheng He menerima titah khusus dari kaisar Ming Chengzu dan melalui persiapan yang cukup, sesudah berbagai hal dibereskan dan dipilihlah hari baik maka mereka berangkat berlayar mengarungi samu-dera nan jauh.

Tanggal 11 bulan Juli tahun 1405, pelabuhan Liu Jia di kota Su Zhou (sekarang: hilir Liu / Liu Hekou, kabupaten Tai Cang di provinsi Su Zhou) dipenuhi lautan manusia, bunyi genderang memecah langit dan petasan meledak berbarengan. Zheng He berpisah dengan para pejabat dan massa yang mengantar, menaiki kapal terbesar diantara konvoi kapal-layar yakni kapal pusaka yang dengan perlahan berlayar ke arah timur. Konvoi tersebut meliputi 208 buah kapal, yang berukuran dengan panjang 44 Zhang (146,83 m) dan lebar 18 Zhang (60,07 m) saja ada 62 buah, terdapat teknisi kelautan, pengurus manajemen, penterjemah, dokter dll diantara total 27.800 orang.

Pelayaran Zheng He kali ini ke samudera barat, telah memperkuat saling pengertian antara banyak negara Asia Afrika, telah mengembangkan perdagangan luar negeri.

Dari Yong Le tahun ke 3 s/d Xuan De tahun ke 8 (tahun 1405 s/d 1433), Zheng He sebanyak 7 kali memimpin konvoi kapal berlayar jauh, 28 tahun kegiatan melaut telah membaktikan segenap kemampuannya. Pada tahun Xuan De ke 8, medio bulan 3 (Awal bulan April tahun 1433), pelaut besar ini pada perjalanan akhir di rute pulangnya telah meninggal karena sakit di kota Gu Li di jazirah India.
Zheng He memimpin konvoi kapal 7 kali turun ke samudera barat, berturut-turut telah mengunjungi 30 negara lebih di Asia dan Afrika, terjauh yang dicapainya adalah pantai timur A-frika sebelah selatan khatulistiwa dan Ma Lin Di (Kenya) dan Mombassa (kini pelabuhan Mombassa dari Kenya), ini adalah kejadian besar dalam sejarah pengarungan samudera dunia.

Ia telah memperkuat hubung-an persahabatan dengan negara-negara tersebut, telah memajukan pertukaran ekonomi dan budaya dengan negara-negara tersebut. Zheng He adalah orang pertama yang merintis pelayaran dari Tiongkok hingga ke Afrika timur, rute pelayarannya lebih dulu 87 tahun dibandingkan dengan pelayaran perdana Columbus ke daratan Amerika, dengan Vasco Da.gama yang memutari Tanjung Harapan sampai tiba di India, masih lebih dini 93 tahun, dibandingkan dengan Magelan yang mencapai Filipina telah lebih dini 116 tahun, di sejarah pelayaran dunia ia telah menegakkan sebuah batu piagam, adalah perintis besar dalam kegiatan pelayaran dunia.